MAKALAH
KEDISIPLINAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seorang
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari
berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap
siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib
yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai
aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa.
Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya
yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah.
Disiplin
sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak
menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma,
peraturan dan tata tertibyang berlaku di sekolah.Yang dimaksud dengan aturan
sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards
of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja.
Pengertian
disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi)
sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak
dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan
kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana
diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous
School” (1999).
1.2
Rumusan Masalah
Adanya tindakan
kurang disiplin yang di lakukan siswa di Sekolah menimbulkan berbagai
pertanyaan, diantaranya:
1.
Apa
penyebab utama perilaku tidak disiplin siswa.
2.
Perilaku
siswa apa saja yang dinilai tidak atau kurang disiplin.
3.
Faktor
penyebab terhambatnya penerapan disiplin di sekolah.
4.
Apa saja
upaya-upaya yang bisa di lakukan warga sekolah dalam meningkatkan penerapan
disiplin di sekolah.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penyusunan
karya ilmiah ini adalah:
1.
Memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran
2.
Mengetahui
seberapa besar pengaruh disiplin siswa terhadap perkembangan prestasi dan
tingkah laku di sekolah.
3.
Ikut serta
dalam upaya mengembangkan penanaman disiplin pada diri siswa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Disiplin
Disiplin
berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul
kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata
disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan
sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan
pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar
dapat berperilaku tertib.
Dalam
kehidupan sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang
memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang
disiplin.Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada
orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai
dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang
kurang disiplin biasanya ditujukkan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati peraturan dan
ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal), pemerintah
atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal).
2.2
Disiplin di Sekolah
Membicarakan
tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku
negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada
akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawarirkan, seperti: kehidupan
sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan
yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri
sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah
pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering
ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan
pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan, pencurian
dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya.Tentu saja, semua
itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di sinilah
arti penting disiplin sekolah
Perilaku
siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor
lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah
merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi
perilakusiswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang
mendidik dan mengajarnya.
Sikap, teladan,
perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik
oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan
dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orangtuanya di rumah. Sikap dan
perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari
upaya pendisiplinan siswa di sekolah.Brown dan Brown mengelompokkan beberapa
penyebab perilaku siswa yang tidak disiplin, sebagai berikut :
·
Perilaku
tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
·
Perilaku
tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang
menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku
yang kurang atau tidak disiplin.
·
Perilaku
tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal darikeluarga
yang broken home.
·
Perilaku
tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang
tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan
lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar
mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya. Pendekatan
peraturan demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran
untuk membantu siswa memahami mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan
yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman.
Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar
tata tertib. Akan tetapi, hukuman dimaksud sebagai upaya menyadarkan,
mengoreksi dan mendidik. Dalam disiplin sekolah yang demokratis,kemandirian dan
tanggung jawab dapat berkembang. Siswa patuh dan taat karena didasari
kesaadaran dirinya. Mengikuti peraturan yang ada bukan karena terpaksa, melainkan
atas kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaat.
Sanksi adalah hukuman
yang diberikan kepada siswa atau warga sekolah lainnya yang melanggar tata
tertib atau kedisiplinan yang telah diatur oleh sekolah,yang secara eksplisit
berbentuk larangan-larangan. Hal ini menurut Depdiknas (2001:10), Sanksi
yang diterapkan agar bersifat mendidik, tidak bersifat hukuman fisik, dan tidak
menimbulkan trauma psikologis. Sanksi dapat diberikan secara bertahap dari
yang paling ringan sampai yang seberat-beratnya. Sanksi tersebut dapat berupa:
1.
Teguran
lisan atau tertulis bagi yang melakukan pelanggaran ringan terhadap ketentuan
sekolah yang ringan.
2.
Hukuman
pemberian tugas yang sifatnya mendidik, misalnya membuat rangkuman buku
tertentu, menterjemahkan tulisan berbahasa Inggris dan lain-lain.
3.
Melaporkan
secara tertulis kepada orang tua siswa tentang pelanggaran yang dilakukan
putera-puterinya.
4.
Memanggil
yang bersangkutan bersama orang tuanya agar yang bersangkutan tidak mengulangi
lagi pelanggaran yang diperbuatnya.
5.
Melakukan
skorsing kepada siswa apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran
peraturan sekolah berkali-kali dan cukup berat.
6.
Mengeluarkan
yang bersangkutan dari sekolah, misalnya yang bersangkutan tersangkut perkara
pidana dan perdata yang dibuktikan oleh pengadilan.
2.3
Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa
Reisman dan Payne
(E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum merancang disiplin siswa, yaitu :
1.
Konsep
diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku
disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka;
2.
Keterampilan
berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu
menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa;
3.
Konsekuensi-konsekuensi
logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang
salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan
akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah;
4.
Klarifikasi
nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang
nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri;
5.
Analisis
transaksional; guru disarankan guru belajar sebagai orang dewasa terutama
ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah;
6.
Terapi
realitas; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan
keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab; dan
7.
Disiplin
yang terintegrasi; metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk
mengembangkan dan mempertahankan peraturan;
8.
Modifikasi
perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karenaitu, dalam
pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif;
9.
Tantangan
bagi disiplin; guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam
pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik
akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan
guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam
posisi sebagai pemimpin.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Penegakan
disiplin di sekolah tidak hanya berkaitan dengan masalah seputar kehadiran
atau tidak, terlambat atau tidak. Hal itu lebih mengacu pada pembentukan sebuah
lingkungan yang di dalamnya ada aturan bersama yang dihormati, dan
siapa pun yang melanggar mesti
berani mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Setiap pelanggaran atas kepentingan umum di dalam
sekolah mesti diganjar dengan hukuman yang mendidik sehingga siswa mampu
memahami bahwa nilai disiplin itu bukanlah bernilai demi disiplinnya itu
sendiri, melainkan demi tujuan lain yang lebih luas, yaitu demi stabilitas dan
kedamaian hidup bersama.
Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan
keseluruhan ukuran bagitindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral
yang diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak
terganggu.
Adanya
kedisiplinan dapat menjadi semacam tindakan preventif dan menyingkirkan hal-hal yang membahayakan
hidup kalangan pelajar. Sementara itu, Komensky menggambarkan pentingnya kedisiplinan
disekolah dengan mengungkapkan, "Sekolah tanpa kedisiplinan adalah seperti
kincir tanpa air."
3.2
Saran
Dalam rangka
meningkatkan kedisiplinan siswa, ada beberapa upaya yang mungkin bisa
dilakukan diantaranya:
1.
Untuk
menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru
disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka;
2.
Guru
terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan
mendorong kepatuhan siswa;
3.
Guru
disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga
membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan
alami dari perilaku yang salah.