Kali ini admin mau share materi yang berhubungan dengan Sistem Pemerintahan khususnya di Indonesia. Ok gan......silahkan disimak...!!!
MAKALAH
PELAKSANAAN SISTEM
PEMERINTAHAN INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis,
absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas
berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah
laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga
kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem
pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut
turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini
hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara
menyeluruh.
Secara
sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan
roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan
mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami akan mencoba menjelaskan tentang
Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 pada awal kemerdekaan dan
setelah kemerdekaan.
B.
Rumusan Masalah
Sesuai
dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah
ini adalah :
1. Bagaimana Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 pada
awal kemerdekaan?
2. Bagaimana Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 setelah
kemerdekaan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun yang
menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini yang sesuai dengan rumusan masalah
di atas adalah :
1. Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945
pada awal kemerdekaan.
2. Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945
setelah kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Awal Kemerdekaan
Dalam kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai dengan
27 Desember 1949, sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 adalah
presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas eksekutifnya kepada parlemen. Presiden berkedudukan sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan parlemen tidak dapat saling
menjatuhkan.
Pada masa UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensial, hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal UUD 1945,
di antaranya:
a.
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 "Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar"
b.
Pasal 17 ayat 1 UUD 1945 "Presiden dibantu oleh menteri-menteri
negara"
c.
Pasal 17 ayat 2 UUD 1945 "Menteri-menteri negara diangkat dan
dihentikan oleh presiden"
d.
Pasal 17 ayat 3 UUD 1945 "Menteri-menteri itu memimpin departemen
pemerintahan"
Namun pada masa awal kemerdekaan,
ketentuan dalam pasal-pasal tersebut belum dapat diterapkan karena sistem
pemerintahan Indonesia pada waktu itu memiliki ciri tersendiri yaitu adanya
pemberian kekuasaan yang sangat besar kepada presiden.
Berdasarkan penjelasan Pasal IV
Aturan Peralihan, bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini
segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional.
Sehingga pada waktu itu kekuasaan presiden sebagai berikut.
a.
Presiden adalah pelaksana kedaulatan rakyat.
b.
Presiden berwenang menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar.
c.
Presiden melaksanakan kekuasaan pemerintahan.
d.
Presiden berwenang menetapkan garis-garis besar haluan negara.
e.
Presiden berwenang membuat segala bentuk peraturan perundangan.
Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, pada tanggal 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Mohammad Hatta
sebagai presiden dan wakil presiden RI. Selanjutnya tanggal 22 Agustus 1945
sidang PPKI menetapkan beberapa penyelenggaraan negara dalam rangka melaksanakan
aturan peralihan UUD 1945, di antaranya:
a.
Membentuk partai politik sebagai alat perjuangan yaitu Partai Nasional
Indonesia.
b.
Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
c.
Membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) sebagai pembantu presiden sebelum
DPR dan MPR dapat didirikan.
Pada masa ini dapat juga jabatan
lain selain jabatan presiden yaitu wakil presiden, menteri-menteri dan Komite
Nasional Indonesia (KNI) yang semuanya berfungsi sebagai pembantu presiden.
Dengan keadaan seperti tersebut, maka presiden dapat melaksanakan kekuasaan
yang besar, tanpa ada pengawasan dari badan Iainnya. Namun setelah dikeluarkan
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang berisi bahwa selama
belum dibentuknya MPR dan DPR, KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat ) diberi
kekuasaan Iegislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara
(GBHN). Maka sejak saat itu kekuasaan presiden makin berkurang. Kekuasaan
presiden sebagian beralih kepada KNIP. Hal ini menyebabkan berubahnya kedudukan
presiden yaitu yang semula hanya sebagai badan pembantu presiden menjadi
parlemen (Badan Perwakilan Rakyat).
Komite Nasional Indonesia diberi
kekuasaan legislatif akan tetapi menteri-menteri kedudukannya sebagai pembantu
presiden, dan sebelum maupun sesudah keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X,
menteri-menteri tetap bertanggungjawab kepada presiden, bahkan kepada KNIP.
Selanjutnya atas usul Badan Pekerja KNIP, pada tanggai 11 November 1945 kepada
presiden, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang
berisi bahwa para menteri bertanggung jawab pada parlemen (KNIP). Dengan
demikian sejak saat itu para menteri bertanggung jawab kepada Badan Perwakilan
Rakyat yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan tidak bertanggungjawab
Iagi kepada presiden. Sejak tanggal 14
November 1945 pula sistem pemerintahan Indonesia berubah yaitu dari sistem
pemerintahan presidensial menjadi parlementer, akibat perubahan tersebut maka
Soekarno sebagai presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan dipimpin oleh Sutan Syahrir.
Dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan pada masa tersebut ternyata terdapat penyimpangan dari ketentuan
UUD 1945, terutama karena faktor politik, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat (dibentuk PPKI, tanggai 22 agustus
1945) yaitu dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan
Iegislatif (seharusnya DPR), dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (sesungguhnya wewenang MPR). Keputusan ini berdasarkan Maklumat Wakil Presiden
No. X tanggai 16 Oktober 1945.
b.
Terjadinya perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer berdasarkan usul badan pekeda Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) pada tanggai 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh presiden dan
di umumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggai 14 November 1945.
B.
Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Setelah Kemerdekaan
1.
Sistem Pemerintahan Pada Masa Konstitusi RIS 1949
Sistem pemerintahan Indonesia menurut
Konstitusi RIS, dalam kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 agustus
1950 adalah parlementer. Penerapan sistem pemerintahan parlementer oleh
Konstitusi RIS ini didasarkan pada:
a.
Pasal 691 ayat 1 KRIS “Presiden ialah kepala Negara”
b.
Pasal 118 ayat 1 KRIS “Presiden tidak dapat diganggu gugat”
c.
Pasal 118 ayat 2 KRIS “Menteri menteri bertanggungjawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam hal itu”
Sistem pemerintahan yang dianut pada
masa Konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni melainkan Sistem
Pariementer Kabinet semu (Quasi Parlementer). Karena dalam sistem parlementer
murni, parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang sangat menentukan
terhadap kekuasaan pemerintah (eksekutif), tapi kenyataan parlemen kedudukannya
hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja. Sistem pemerintahan parlementer,
kabinet semu (Quasi Parlementer)
yang dianut oleh Konstitusi RIS, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen
sebagaimana Iazimnya (Pasal 74 ayat 2).
b.
Kekuasaan perdana menteri masih dicampur tangani oleh presiden. Hal itu
dapat dilihat pada ketentuan bahwa
presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya
presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang
oleh perdana menteri (Pasal 68 ayat 1).
c.
Kabinet dibentuk oleh presiden, bukan oleh parlemen (Pasal 74).
d.
Pertanggungjawaban menteri baik secara perorangan maupun bersama-sama
adalah kepada DPR, namun harus melalui keputusan pemerintah (Pasal 74 ayat 5).
e.
Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak
punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR juga tidak dapat menggunakan mosi
tidak percaya terhadap Kabinet (Pasal 118 dan 122).
f.
Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan (Pasal 68 dan 69).
Sejak terbentuknya Negara Republik
Indonesia Serikat di bawah kekuasaan Konstitusi RIS 1949 pada tanggal 27
Desember 1949, perjuangan bangsa Indonesia menentang susunan negara yang
federalistik semakin kuat, rakyat Indonesia menghendaki susunan negara yang
unitaris (kesatuan). Bentuk dari penentangan tersebut dilakukan rakyat
Indonesia dengan menyampaikan tuntutan-tuntutan dan hal tersebut terjadi di
berbagai daerah. Karena faktor kesamaan pemikiran ini, beberapa daerah bagian
menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia.
Akibat dari adanya penggabungan ini,
maka negara Republik Indonesia Serikat terdiri dari tiga negara bagian yaitu
meliputi negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan negara Sumatera
Timur. Atas kejadian ini maka kewibawaan pemerintahan negara federal menjadi
berkurang dan sebagai solusinya maka diadakan permusyawaratan antara pemerintah
negara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia
(mewakili negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan negara Sumatera
Timur). Dari permusyawaratn tersebut dihasilkan keputusan bersama yaitu
persetujuan 19 Mei 1950 yang pada pokoknya disetujui dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya untuk bersama-sama melaksanakan negara kesatuan dan untuk
itu diperlukan sebuah undang-undang dasar Sementara dari kesatuan ini, yaitu
dengan cara mengubah konstitusi RIS sedemikian rupa sehingga essentialia UUD
1945 yaitu antara lain pasal 27, pasal 29, pasal 33 ditambah bagian-bagian yang
baik dari konstitusi Republik Indonesia Serikat termasuk didalamnya
2. Sistem Pemerintahan pada Masa UUDS 1950
Sistem pemerintahan yang dianut oleh
Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan
5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal berikut.
a.
Pasal 45 ayat1 UUDS 1950 "Presiden adalah kepala negara"
b.
Pasal 83 ayat1 UUDS 1950 "Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat
diganggu gugat"
c.
Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 "Menteri-menteri beitanggungjawab atas
keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
d.
Pasal 84 UUDS 1950 "Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan
presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan
pemilihan DPR dalam 30 hari"
Namun sistem pemerintahan yang
dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS
1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer). Ketidakmurnian (semu)
parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Perdana menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51
ayat 2).
2)
Kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani
oleh presiden (seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahannya adalah perdana menteri) (Pasal 46 ayat 1).
3)
Pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau
beberapa orang pembentuk kabinet (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 50 - 51 ayat
1).
4)
Pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan
keputusan presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
5)
Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga
sebagai kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 - 46 ayat 1) .
Berdasarkan penjelasan di atas,
ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan dalam UUDS 1950, adalah sistem
parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri Kabinet presidensil. Dan juga
sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi RIS, masih dapat ditemukan dalam
UUDS 1950.
Pada tanggal 1 April 1953,
Undang-Undang tentang Pemilihan Umum yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan
selanjutnya tanggal 29 September 1955 diadakan pemilihan umum (pemilu) yang
pertama kali di Indonesia, pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota
DPR. Pada tanggal 10 November 1956 Konstituante hasil pemilu 1955 mulai
menggelar sidangnya di Bandung. Dalam sidang ini agenda utama adalah menetapkan
_UUDS 1950. Namun seteiah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas
membuat konstitusi tersebut gagal membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan
karena adanya perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal
25 April 1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante
agar menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Seianjutnya tanggal 29
Mei 1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar negara
Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap gagal
menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo mengeluarkan
Dekrit yang berisi:
1)
Pembubaran Konstituante.
2)
Beriakunya kembali Undang-Undang Dasar1945.
3)
Pembentukan MPRS dan DPRS.
3. Sistem Pemerintahan Masa UUD 1945 Orde Lama (ORLA)
Dekrit presiden 5 Juli 1959 adalah
dasar hukum berlakunya kembali Undang-Undang Dasar1945 dalam menggantikan UUDS
1950. Kurun waktu pemerintahan orde Iama adalah 5 Juli sampai dengan 11 Maret
1966. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pertentangan yang
terjadi dalam badan Konstituante berakhir. Sistem pemerintahan parlementer
ditinggalkan dan bangsa Indonesia kembali menganut kabinet presidensial. Dan
presiden yang mengambil alih kekuasaan eksekutif yang tadinya dipegang oleh
perdana menteri. Dalam pemerintahan orde Iama, sistem demokrasi yang diterapkan
adalah demokrasi terpimpin, yaitu demokrasi yang dipimpin oleh Pancasila dan
UUD 1945. Dengan demokrasi terpimpin segala kebijakan dan peraturan-peraturan
maupun perundang-undangan yang dikeluarkan harus sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945. Presiden Soekarno memilih Demokrasi terpimpin yang dianggap khas di
Indonesia karena sesuai dengan sila ke 4 Pancasila. Kata "terpimpin"
mengacu pada " .... dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan .... ". Tetapi
ternyata pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, tidak secara terpimpin oleh Pancasiia
dan UUD 1945 namun cenderung terpimpin oleh presiden.
Penerapan Demokrasi Terpimpin
menyebabkan penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, di
antaranya adalah:
1)
Penyimpangan ideologis, yaitu konsepsi Pancasila telah berubah menjadi
konsepsi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
2)
Pelaksanaan demokrasi terpimpin berubah menjadi pemusatan kekuasaan pada
presiden dengan wewenang yang melebihi dari ketentuan yang ada di UUD 1945,
yaitu mengeluarkan produk hukum setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR,
dalam bentuk penetapan presiden (penpres).
3)
Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS melalui
ketetapan MPRS No III/ MPRS/1963
4)
Presiden pada tahun 1960 membubarkan DPR hasil pemiiu tahun 1955, karena
DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah. Selanjutnya tanpa
melalui pemllu dibentuklah DPR-GR.
5)
Hak budget DPR tidak berjalan setelah tahun 1960 karena pemerintah tidak
mengajukan RUU- APBN untuk mendapat persetujuan dari DPR sebelum berlakunya
tahun anggaran yang bersangkutan.
6)
Mengangkat pimpinan lembaga tertinggi (MPRS) dan lembaga tinggi (DPR)
negara menjadi menteri negara, yang berarti juga sebagai pembantu presiden
7)
Penyelewengan politik luar negeri bebas aktif yaitu politik luar negeri yang
berporoskan Jakarta-Peking, Phnompen - Pyong - Yang. Akibatnya terjadi
konfrontasi dengan Malaysia, dan pada akhirnya Indonesia keluar dari PBB.
4. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Orde Baru (ORBA)
Pemerintahan Orde Lama berakhir
setelah keluar Surat Perintah Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan
Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Sebagai pengganti masa Orde Lama, maka muncul
pemerintahan Orde Baru dengan dukungan kekuatan TNI-AD sebagai kekuatan utama.
Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru
ditandai perbedaan, yaitu dilaksanakan pemilihan umum dengan asas langsung,
umum, bebas, dan rahasia lebih dari lima kali untuk memilih anggota DPRD tingkat I, DPRD tingkat II, dan DPRD. Pemilihan
tersebut kemudian membentuk MPR yang bertugas menetapkan GBHN dan memilih
Presiden dan Wakil Presiden.
Dari hasil pemilu 1971 sampai pemilu
1997, pucuk pemerintahan tidak pernah mengalami pergantian, hanya pejabat
setingkat menteri yang silih berganti. Namun terjadi kemajuan pesat di bidang
pembangun secara fisik dengan bantuan dari negara asing yang memberikan
pinjaman lunak. Oleh karena besarnya pinjaman yang menjadi beban pemerintah,
bersamaan dengan krisis ekonomi maka pemerintahan menjadi goyah. Selain itu,
dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara pada rezim orde baru
kurang kosekuen dalam pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Tanggal 21 Mei 1998
presiden resmi mengundurkan diri.
Kekuasaan Orde Baru sampai tahun
1998 dalam ketatanegaraan Indonesia tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi.
Praktik kenegaraan Orde Baru dijangkiti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
5. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Sekarang
Lama periode
: 21 Mei 1998 – sekarang
Bentuk
Negara : Kesatuan
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi :
UUD 1945
Presiden
& Wapres :
-
B.J Habiebie (21 Mei 1998 –
20 Oktober 1999)
-
Abdurrahman Wahid &
Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
-
Megawati Soekarnoputri
& Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
-
Susilo Bambang Yudhoyono
& Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)
-
Susilo Bambang Yudhoyono
& Boediono (20 Oktober 2009 – 2014)
-
Joko Widodo dan Muhammad
Jusuf Kalla (20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019)
Salah satu
tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa
Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM,
pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta
hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD
1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan
berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik
meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan
yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen,
pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian
sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan
ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan
parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari
legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan
legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam
sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara itu berjalan sesuai
dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara
monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
B.
Saran
Makalah ini
mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini
bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar