Senin, 02 Oktober 2017

Makalah Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Indonesia

Kali ini admin mau share materi yang berhubungan dengan Sistem Pemerintahan khususnya di Indonesia. Ok gan......silahkan disimak...!!!



MAKALAH
PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
            Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
            Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, kami akan mencoba menjelaskan tentang Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 pada awal kemerdekaan dan setelah kemerdekaan.



B.     Rumusan Masalah
            Sesuai dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 pada awal kemerdekaan?
2.      Bagaimana Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 setelah kemerdekaan?

C.    Tujuan Penulisan
            Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini yang sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah :
1.      Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 pada awal kemerdekaan.
2.      Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 setelah kemerdekaan.


 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Awal Kemerdekaan
            Dalam kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 adalah presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas eksekutifnya kepada parlemen. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan parlemen tidak dapat saling menjatuhkan.
            Pada masa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial, hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal UUD 1945, di antaranya:
a.       Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar"
b.      Pasal 17 ayat 1 UUD 1945 "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara"
c.       Pasal 17 ayat 2 UUD 1945 "Menteri-menteri negara diangkat dan dihentikan oleh presiden"
d.      Pasal 17 ayat 3 UUD 1945 "Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan"
            Namun pada masa awal kemerdekaan, ketentuan dalam pasal-pasal tersebut belum dapat diterapkan karena sistem pemerintahan Indonesia pada waktu itu memiliki ciri tersendiri yaitu adanya pemberian kekuasaan yang sangat besar kepada presiden.
            Berdasarkan penjelasan Pasal IV Aturan Peralihan, bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional. Sehingga pada waktu itu kekuasaan presiden sebagai berikut.
a.       Presiden adalah pelaksana kedaulatan rakyat.
b.      Presiden berwenang menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar.
c.       Presiden melaksanakan kekuasaan pemerintahan.
d.      Presiden berwenang menetapkan garis-garis besar haluan negara.
e.       Presiden berwenang membuat segala bentuk peraturan perundangan.
            Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden RI. Selanjutnya tanggal 22 Agustus 1945 sidang PPKI menetapkan beberapa penyelenggaraan negara dalam rangka melaksanakan aturan peralihan UUD 1945, di antaranya:
a.       Membentuk partai politik sebagai alat perjuangan yaitu Partai Nasional Indonesia.
b.      Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
c.       Membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) sebagai pembantu presiden sebelum DPR dan MPR dapat didirikan.
            Pada masa ini dapat juga jabatan lain selain jabatan presiden yaitu wakil presiden, menteri-menteri dan Komite Nasional Indonesia (KNI) yang semuanya berfungsi sebagai pembantu presiden. Dengan keadaan seperti tersebut, maka presiden dapat melaksanakan kekuasaan yang besar, tanpa ada pengawasan dari badan Iainnya. Namun setelah dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang berisi bahwa selama belum dibentuknya MPR dan DPR, KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat ) diberi kekuasaan Iegislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). Maka sejak saat itu kekuasaan presiden makin berkurang. Kekuasaan presiden sebagian beralih kepada KNIP. Hal ini menyebabkan berubahnya kedudukan presiden yaitu yang semula hanya sebagai badan pembantu presiden menjadi parlemen (Badan Perwakilan Rakyat).
            Komite Nasional Indonesia diberi kekuasaan legislatif akan tetapi menteri-menteri kedudukannya sebagai pembantu presiden, dan sebelum maupun sesudah keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X, menteri-menteri tetap bertanggungjawab kepada presiden, bahkan kepada KNIP. Selanjutnya atas usul Badan Pekerja KNIP, pada tanggai 11 November 1945 kepada presiden, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang berisi bahwa para menteri bertanggung jawab pada parlemen (KNIP). Dengan demikian sejak saat itu para menteri bertanggung jawab kepada Badan Perwakilan Rakyat yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan tidak bertanggungjawab Iagi kepada presiden. Sejak tanggal 14 November 1945 pula sistem pemerintahan Indonesia berubah yaitu dari sistem pemerintahan presidensial menjadi parlementer, akibat perubahan tersebut maka Soekarno sebagai presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dipimpin oleh Sutan Syahrir.
            Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan pada masa tersebut ternyata terdapat penyimpangan dari ketentuan UUD 1945, terutama karena faktor politik, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.       Berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat (dibentuk PPKI, tanggai 22 agustus 1945) yaitu dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan Iegislatif (seharusnya DPR), dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (sesungguhnya wewenang MPR). Keputusan ini berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggai 16 Oktober 1945.
b.      Terjadinya perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan usul badan pekeda Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggai 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh presiden dan di umumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggai 14 November 1945.


B.     Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Setelah Kemerdekaan
1.      Sistem Pemerintahan Pada Masa Konstitusi RIS 1949
            Sistem pemerintahan Indonesia menurut Konstitusi RIS, dalam kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 agustus 1950 adalah parlementer. Penerapan sistem pemerintahan parlementer oleh Konstitusi RIS ini didasarkan pada:
a.       Pasal 691 ayat 1 KRIS “Presiden ialah kepala Negara”
b.      Pasal 118 ayat 1 KRIS “Presiden tidak dapat diganggu gugat”
c.       Pasal 118 ayat 2 KRIS “Menteri menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam hal itu”
            Sistem pemerintahan yang dianut pada masa Konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni melainkan Sistem Pariementer Kabinet semu (Quasi Parlementer). Karena dalam sistem parlementer murni, parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah (eksekutif), tapi kenyataan parlemen kedudukannya hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja. Sistem pemerintahan parlementer, kabinet semu (Quasi Parlementer) yang dianut oleh Konstitusi RIS, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana Iazimnya (Pasal 74 ayat 2).
b.      Kekuasaan perdana menteri masih dicampur tangani oleh presiden. Hal itu dapat dilihat pada  ketentuan bahwa presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri (Pasal 68 ayat 1).
c.       Kabinet dibentuk oleh presiden, bukan oleh parlemen (Pasal 74).
d.      Pertanggungjawaban menteri baik secara perorangan maupun bersama-sama adalah kepada DPR, namun harus melalui keputusan pemerintah (Pasal 74 ayat 5).
e.       Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR juga tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya terhadap Kabinet (Pasal 118 dan 122).
f.       Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan (Pasal 68 dan 69).
            Sejak terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat di bawah kekuasaan Konstitusi RIS 1949 pada tanggal 27 Desember 1949, perjuangan bangsa Indonesia menentang susunan negara yang federalistik semakin kuat, rakyat Indonesia menghendaki susunan negara yang unitaris (kesatuan). Bentuk dari penentangan tersebut dilakukan rakyat Indonesia dengan menyampaikan tuntutan-tuntutan dan hal tersebut terjadi di berbagai daerah. Karena faktor kesamaan pemikiran ini, beberapa daerah bagian menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia.
            Akibat dari adanya penggabungan ini, maka negara Republik Indonesia Serikat terdiri dari tiga negara bagian yaitu meliputi negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan negara Sumatera Timur. Atas kejadian ini maka kewibawaan pemerintahan negara federal menjadi berkurang dan sebagai solusinya maka diadakan permusyawaratan antara pemerintah negara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia (mewakili negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan negara Sumatera Timur). Dari permusyawaratn tersebut dihasilkan keputusan bersama yaitu persetujuan 19 Mei 1950 yang pada pokoknya disetujui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk bersama-sama melaksanakan negara kesatuan dan untuk itu diperlukan sebuah undang-undang dasar Sementara dari kesatuan ini, yaitu dengan cara mengubah konstitusi RIS sedemikian rupa sehingga essentialia UUD 1945 yaitu antara lain pasal 27, pasal 29, pasal 33 ditambah bagian-bagian yang baik dari konstitusi Republik Indonesia Serikat termasuk didalamnya


2.      Sistem Pemerintahan pada Masa UUDS 1950 
            Sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal berikut.
a.       Pasal 45 ayat1 UUDS 1950 "Presiden adalah kepala negara"
b.      Pasal 83 ayat1 UUDS 1950 "Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"
c.       Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 "Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
d.      Pasal 84 UUDS 1950 "Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari"
            Namun sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS 1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer). Ketidakmurnian (semu) parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)       Perdana menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 2).
2)       Kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden (seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri) (Pasal 46 ayat 1).
3)       Pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang pembentuk kabinet (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 50 - 51 ayat 1).
4)       Pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
5)       Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 - 46 ayat 1) .
            Berdasarkan penjelasan di atas, ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan dalam UUDS 1950, adalah sistem parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri Kabinet presidensil. Dan juga sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi RIS, masih dapat ditemukan dalam UUDS 1950.
            Pada tanggal 1 April 1953, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan selanjutnya tanggal 29 September 1955 diadakan pemilihan umum (pemilu) yang pertama kali di Indonesia, pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota DPR. Pada tanggal 10 November 1956 Konstituante hasil pemilu 1955 mulai menggelar sidangnya di Bandung. Dalam sidang ini agenda utama adalah menetapkan _UUDS 1950. Namun seteiah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas membuat konstitusi tersebut gagal membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan karena adanya perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal 25 April 1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante agar menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Seianjutnya tanggal 29 Mei 1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar negara Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap gagal menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo mengeluarkan Dekrit yang berisi:
1)      Pembubaran Konstituante.
2)      Beriakunya kembali Undang-Undang Dasar1945.
3)      Pembentukan MPRS dan DPRS.

3.      Sistem Pemerintahan Masa UUD 1945 Orde Lama (ORLA)
            Dekrit presiden 5 Juli 1959 adalah dasar hukum berlakunya kembali Undang-Undang Dasar1945 dalam menggantikan UUDS 1950. Kurun waktu pemerintahan orde Iama adalah 5 Juli sampai dengan 11 Maret 1966. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pertentangan yang terjadi dalam badan Konstituante berakhir. Sistem pemerintahan parlementer ditinggalkan dan bangsa Indonesia kembali menganut kabinet presidensial. Dan presiden yang mengambil alih kekuasaan eksekutif yang tadinya dipegang oleh perdana menteri. Dalam pemerintahan orde Iama, sistem demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi terpimpin, yaitu demokrasi yang dipimpin oleh Pancasila dan UUD 1945. Dengan demokrasi terpimpin segala kebijakan dan peraturan-peraturan maupun perundang-undangan yang dikeluarkan harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Presiden Soekarno memilih Demokrasi terpimpin yang dianggap khas di Indonesia karena sesuai dengan sila ke 4 Pancasila. Kata "terpimpin" mengacu pada " .... dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan .... ". Tetapi ternyata pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, tidak secara terpimpin oleh Pancasiia dan UUD 1945 namun cenderung terpimpin oleh presiden.
            Penerapan Demokrasi Terpimpin menyebabkan penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, di antaranya adalah:
1)         Penyimpangan ideologis, yaitu konsepsi Pancasila telah berubah menjadi konsepsi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
2)         Pelaksanaan demokrasi terpimpin berubah menjadi pemusatan kekuasaan pada presiden dengan wewenang yang melebihi dari ketentuan yang ada di UUD 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR, dalam bentuk penetapan presiden (penpres).
3)         Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS melalui ketetapan MPRS No III/ MPRS/1963
4)         Presiden pada tahun 1960 membubarkan DPR hasil pemiiu tahun 1955, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah. Selanjutnya tanpa melalui pemllu dibentuklah DPR-GR.
5)         Hak budget DPR tidak berjalan setelah tahun 1960 karena pemerintah tidak mengajukan RUU- APBN untuk mendapat persetujuan dari DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
6)         Mengangkat pimpinan lembaga tertinggi (MPRS) dan lembaga tinggi (DPR) negara menjadi menteri negara, yang berarti juga sebagai pembantu presiden
7)         Penyelewengan politik luar negeri bebas aktif yaitu politik luar negeri yang berporoskan Jakarta-Peking, Phnompen - Pyong - Yang. Akibatnya terjadi konfrontasi dengan Malaysia, dan pada akhirnya Indonesia keluar dari PBB.

4.      Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Orde Baru (ORBA)
            Pemerintahan Orde Lama berakhir setelah keluar Surat Perintah Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Sebagai pengganti masa Orde Lama, maka muncul pemerintahan Orde Baru dengan dukungan kekuatan TNI-AD sebagai kekuatan utama.
            Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru ditandai perbedaan, yaitu dilaksanakan pemilihan umum dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia lebih dari lima kali untuk memilih anggota DPRD  tingkat I, DPRD tingkat II, dan DPRD. Pemilihan tersebut kemudian membentuk MPR yang bertugas menetapkan GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
            Dari hasil pemilu 1971 sampai pemilu 1997, pucuk pemerintahan tidak pernah mengalami pergantian, hanya pejabat setingkat menteri yang silih berganti. Namun terjadi kemajuan pesat di bidang pembangun secara fisik dengan bantuan dari negara asing yang memberikan pinjaman lunak. Oleh karena besarnya pinjaman yang menjadi beban pemerintah, bersamaan dengan krisis ekonomi maka pemerintahan menjadi goyah. Selain itu, dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara pada rezim orde baru kurang kosekuen dalam pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Tanggal 21 Mei 1998 presiden resmi mengundurkan diri.
            Kekuasaan Orde Baru sampai tahun 1998 dalam ketatanegaraan Indonesia tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi. Praktik kenegaraan Orde Baru dijangkiti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

5.      Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Sekarang
Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres :
-        B.J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
-        Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
-        Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
-        Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)
-        Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono (20 Oktober 2009 – 2014)
-        Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019)
            Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.
            Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
            Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.

B.     Saran
            Makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran  yang bersifat membangun sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar